Pasang Disini Iklanmu

PILIH PARTAI BULAN BINTANG YANG PEDULI KESEJAHTERAAN UMAT DAN KEBANGKITAN UMAT ISLAM

Senin, 06 Mei 2013

Pemerintah Harus Berpihak pada Kepentingan Nasional, Kembalikan Blok Mahakam kepada Negara !


JAKARTA - Pemerintah didesak mengembalikan pengelolaan ladang minyak Blok Mahakam kepada Negara, dalam hal in PT Pertamina (Persero). Satu-satunya alasan memperpanjang kontrak Blok Mahakam kepada perusahaan asing, pastilah karena pejabat Indonesia tidak berpihak kepada kepentingan nasional dan mengabaikan kepentingan rakyatnya sendiri.
Demikian benang merah dari diskusi bertajuk Grand Design Tata Kelola Energi Nasional  yang diselenggarakan Fakultas Teknik Universitas Indonesia di komplek UI, Depok, Selasa (23/4). Diskusi yang digelar sore hingga menjelang maghrib  itu menghadirkan mantan Menko Perekonomian DR Rizal Ramli, pakar perminyakan DR Kurtubi, dan Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara.
“Pertamina memiliki semua kemampuan yang dibutuhkan untuk mengelola Blok Mahakam. Sudah tentu Pertamina harus menerapkan tata-kelola yang transparan dan prinsip good corporate governance. Di seluruh dunia peranan BUMN dalam industri migas semakin dominan.  Dengan demikian manfaatnya bisa dirasakan sebesar-besarnya untuk kepentingan nasional dan rakyat,” ujar Rizal Ramli.
Menurut mantan Mentri Keuangan tersebut, cadangan minyak dan gas bumi di Blok Mahakam masing-masing masih dapat berproduksi sampai 2023 dan 2027. Angka ini masih bisa ditingkatkan lagi bila eksplorasi baru. Selain itu, rate of return (RoR) Blok Mahakam masih tinggi, mencapai 28,6%. Dengan RoR setinggi ini, mudah bagi Pertamina mencari pembiayaan untuk biaya modal dan modal kerja.
“Begitu juga dengan net present value dari cadanganya. Bahkan jika didiskonto 10% pun masih lumayan besar, sekitar US$9,2 milyar. Gross revenue sampai cadangan habis masih berkisar US$62,5 milyar,” ujar tokoh perubahan yang di kalangan nahdiyin akrab disapa Gus Romli ini.
Rizal Ramlil yang juga Ketua Aliansi Rakyat untuk Perubahan (ARUP) berpendapat, rencana memperpanjang kontrak Blok Mahakam kepada perusahaan asing Total E&P Indonesia menjadi bukti pemerintah tidak berpihak pada kepentingan nasional. Hal  itu juga menunjulkan mental pejabat masih sangat inlander. Mereka merasa masih terjajah.
“Sikap pejabat yang mengabaikan  kepentingan nasional dan rakyatnya harus segera diakhiri. Jika tidak, rakyat Indonesia tidak akan pernah menikmati kekayaan alam yang melimpah. Untuk itu, pemerintah berikutnya harus berani melakukan renegosiasi semua kontrak pengelolaan migas.” tukas calon presiden alternatif versi The President Centerini.
Kurtubi juga mendesak pemerintah mengembalikan pengelolaan Blok Mahakam di Kalimantan Timur kepada Pertamina saat kontrak perusahaan migas asal Prancisituberakhir pada 2017.Dia yakin Pertamina mampu mengelola Blok Mahakam dengan baik. Apalagi ditambah fakta, begitu masa kontrak  berakhir, semua alat produksi fisik yang digunakan Total akan otomatis menjadi milik negara.
"Dengan Pertamina menjadi pengelola, 100% keuntungan dari blok tersebut akan jatuh ke Indonesia tanpa harus dibagi dengan perusahaan lain. Saat ini, pemerintah hanya mendapat sekitar 80%dari produksi gas di Blok Mahakam. Sisanya jatuh ke Total. Angka itu masih harus dikurangi dengan cost recoverysehingga Indonesia hanya memperoleh sekitar 40%,” ungkap Kurtubi.
Rente untuk 2014
Marwan punya pendapat senada. Pernyataan Wamen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rudi Rubiandini, bahwa SDM Pertamina tidak mampu adalah kebohongan besar dan melecehkan kemampuan bangsa sendiri. Faktanya, SDM Total yang selama ini mengelola Blok Mahakam, sebagian besar adalah orang Indonesia juga. Sedangkan soal Pertamina yang disebut tidak punya modal, hal itu bisa teratasi dengan sendirinya begitu Blok Mahakam diserahkan kepada Pertamina.
Cadangan Blok Mahakam yang tersisa pada 2017 adalah 10,1 tcf. Ini artinya ada potensi penerimaan kotornya mencapai Rp 1.300 triliun. Dengan potensi sebesar ini, bank mana pun akan berbondong-bondong mengucurkan kredit. Anehnya, pemerintah malah menyatakan cadangannya tinggal 2 tcf, sehingga tidak layak kalau diserahkan Pertamina.
“Katakanlah cadangannya memang benar tinggal 2 tcf dan tidak menguntungkan seperti yang dikatakan pemerintah. Pertanyaannya, kalau benar begitu kenapa Total masih tetap ngotot ingin memperpanjang kontrak? Pemerintah kita rela membohongi rakyatnya sendiri hanya untuk menyenangkan pihak asing. Saya menduga ada  perintah dari SBY untuk memburu rente bagi kepentingan 2014,” sergah Marwan.


http://www.rimanews.com

0 komentar:

Posting Komentar